MATERI TERKAIT DENGAN ILMU INTERNET

KUMPULAN MAKALAH MATERI PAI

Posted by Sonin 26/01/10 0 komentar
JUAL BELI
Jual beli yang disebutkan sifatnya di atas termasuk jual beli barang yang tidak anda miliki, apa yang tidak ada pada anda maka tidak diperbolehkan bagi anda untuk memperjual belikan barang itu sehingga anda benar-benar menguasai dan memindahkannya menjadi milik anda. Dan jika anda telah memiliki barang tersebut, maka anda dibolehkan untuk menjualnya kepada pembeli dengan harga yang kalian sepakati dan atas persetujuan kalian berdua. Dengan keuntungan yang bermanfaat bagi anda dan tidak memberi mudharat bagi pembeli. Tetapi, jika anda ditugasi untuk membeli barang tertentu maka anda tidak boleh mengambil tambahan yang lebih banyak dari harganya, karena wakil itu merupakan orang yang diberi amanah. Tetapi jika pembeli memberi anda bagian dari harga sebagai tanda terima kasih atas kerja yang anda lakukan, maka boleh anda mengambilnya.
Perlu saya beritahukan bahwa saya adalah seorang perantara di bidang property. Pemerintah daerah Tharif telah mengumumkan penjualan beberada bidang tanah yang dipergunakan untuk pengisian bahan bakar dan tempat istirahat. Kemudian saya maju dan bermaksud menjualnya melalui lelang, maka pemerintah daerah menysaratkan agar setiap pembeli harus melalui usaha terlebih dahulu, sebagaimana yang diketahui umum. Kemudian transaksi jual bei dianggap selesai dengan beberapa orang yang jumlahnya kira-kira 50 orang, selain anggota panitia pemantau lelang. Setelah saya menerima nilai tanah yang dimaksudkan, para pembeli tanah itu memberi saya tambahan dari usaha yang ditetapkan atas nama mereka sendiri, apakah tambahan tersebut halal dan apakah saya boleh mengambilnya atau tidak ?

Apa yang disampaikan dalam pertanyaan di atas adalah apa yang dikenal oleh para ahli fiqih dengan istilah “ potong dan percepatlah pembayaran”. Dan mengenai kebolehannya masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Dan yang benar adalah pendapat mereka yang membolehkan “pemotongan harga dan percepatan pembayaran”. Yang demikian itu berdasarkan riwayat dari Imam Ahmad dan menjadi pilihan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim dan dinisbatkan kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. Dengan nada membolehkan, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Karena praktek tersebut kebalikan dari praktek riba, dimana riba megandung penambahan pada salah satu pihak, sebagai ganti dari dilampauinya jangka waktu. Sedangkan praktek ini mengandung keterlepasan tanggung jawabnya dari salah satu pihak sebagai imbalan dari berhentinya akhir jangka waktu.
Saya seorang pegawai dan saya ingin membangun rumah. Saya ingin perusahaan Ar-Rajihi yang menyediakan bahan-bahan bangunan. Lalu wakil dari perushaan Ar-Rajihi ini mengatakan, “Kami siap saja”. Tetapi saya, pemilik bangunan, tetap pergi ke took bangunan dan mereka memberi harga semua barang yang diminta. Kemudian barang-barang itu diambil oleh perusahaan Ar-Rajihi dalam bentuk faktur. Dan pengiriman barang-barang bangunan itu sesuai dengan permintaan saya dan sepengetahuan Ar-Rajihi. Sebagai pengetahuan saja, bahan bangunan tersebut terdiri dari ; bata, besi, beton, semen, peralatan sanitasi dan peralatan listrik. Sedang perushaan Ar-Rajihi tidak memilikinya. Tetapi dia mengatakan bahwa dengan caranya ini berarti dia telah memilikinya. Tetapi dia mengatakan bahwa dengan caranya ini berarti dia memilikinya. Lalu bagaimana pendapat anda mengenai pertanyaan ini ?
Syariat Islam yang komprehensif ini datang dengan membawa kemaslahatan bagi manusia, memperngatkan hal-hal yang baik, yang merupakan mayoritas penciptaan Allah di bumi bagi kita, dan mengharamkan hal-hal yang kotor. Di antara hal-hal kotor yang diharamkan ialah empat macam yang disebutkan di dalam hadits ini. Masing-masing mengsiyaratkan kepada satu jenis mudharat. Khamr ialah segala sesuatu yang memabukkan dan mengacaukan akal. Ia merupakan induk segala hal yang kotor, yang karenanya nikmat akal menjadi tidak berfungsi pada diri manusia, padahal dengan nikmat akal inilah Allah memuliakan manusia. Di bagian mendatang akan disampaikan keadaan orang yang mabuk, yang menyeretnya ke berbagai jenis kemungkaran dan dosa besar, membangkitkan permusuhan dan kebencian di antara orang-orang Muslim, menghalangi dari kebaikan dan dzikir kepada Allah.
Seperti yang anda ketahui bahwa diantara transaksi perdagangan, yaitu jual beli mata uang yang beraneka ragam, sebagian dengan sebagian yang lainnya. Dolar misalnya, dijual dengan Riyal, Riyal dijual dengan Poundsterling, Poundsterling dengan Dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Yang perlu diperhatikan, bahwa masing-masing mata uang tersebut memiliki harga tersendiri untuk dijual dan harga lainnya untuk dibeli. Untuk mata uang lokal yaitu Riyal Saudi, jika kita hendak menjual beberapa dolar ke salah satu money changer maka akan dibeli dengan harga 3,25 (3 riyal 25 halalah). Tetapi jika kita hendak membeli dolar dari tempat yang sama, niscaya dia akan menjual kepada kami satu dolar dengan harga 3,30 (3 riyal 30 halalah), yakni dengan selisih 5 halalah antara dua mata uang tersebut saat beli dan jual.

Pelunasan Hutang Dan Menunda-Nunda Pembayaran Hutang

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apakah hukum menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu? Mohon penjelasan rinci.
Jawaban
Tidak diperbolehkan bagi orang yang mampu untuk menunda-nunda hutang. Yaitu penundaan yang dilakukan oleh orang yang mampu membayar apa yang wajib di tunaikan. Yang demikian itu sesuai dengan apa yang ditegaskan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kezhaliman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya” [Kesahihannya telah disepakati] [1]
Wabillahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya.
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Bagaimanakah hukum menunda-nunda pembayaran hutang ?
Jawaban
Barangsiapa mampu membayar hutang maka diharamkan baginya menunda-nunda hutang yang wajib dia lunasi jika sudah jatuh tempo. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda.
“Artinya : Penundaan pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kezhaliman. Dan jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya” [Kesahihannya telah disepakati]
Oleh karena itu, barangsiapa memiliki hutang, maka hendaklah dia segera membayar hak orang-orang yang wajib dia tunaikan. Dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam hal tersebut sebelum maut menjemputnya dengan tiba-tiba, sementara dia masih tergantung pada hutangnya.
Wabillahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya.
PELUNASAN HUTANG
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada orang yang mempunyai hutang dan dia bermaksud untuk melunasinya, tetapi dia tidak bisa menjumpai orang-orang yang menghutanginya, ada diantaranya yang sudah meninggal, ada yang pindah ke luar negeri dan tidak pernah kembali lagi ke negaranya, dan ada juga diantaranya yang lupa sehingga tidak menyadarinya lagi. Bagaimana hukumnya?
Jawaban
Hak-hak hamba itu harus ditunaikan. Oleh karena itu, orang yang mempunyai hutang, siapapun juga, hendaklah dia berusaha keras untuk bisa menjumpainya atau menemui ahli warisnya, jika sudah meninggal dunia. Dan dalam keadaan dia tidak lagi sanggup menjumpainya atau ahli warisnya atau sahabatnya, karena orang yang dicarinya sudah pindah ke negeri yang tidak diketahuinya atau tidak dia ketahui alamatnya, atau lupa namanya secara keseluruhan, maka hendaklah dia membayarkan hutangnya itu kepada kaum fakir miskin dengan niat untuk pemiliknya.
Dan jika pemberi hutang itu datang, maka hendaklah dia memberitahukan kejadian yang sebenarnya, dan jika dia ridha maka selesai sudah masalahnya, tetapi jika tidak ridha maka dia harus membayarkan hutang itu kepadanya. Dan orang yang bersedekah itu akan mendapatkan pahalanya, insya Allah. Dan tanggung jawabnya tidak lepas tanpa itu.

Wabillahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya.
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seorang Yamani yang memiliki sebuah toko di dekat rumah saya. Dan saya biasa mengambil barang darinya dengan cara berhutang yang selalu saya lunasi kemudian. Tetapi, saya masih punya hutang padanya 40 riyal. Dan orang itu kemudian pindah dan saya tidak mengetahui sama sekali alamatnya sekarang, dan tidak juga mengenal kerabatnya, lalu apa yang harus saya perbuat dengan 40 riyal ini?
Jawaban
Uang sejumlah 40 riyal itu masih menjadi hutang bagi anda. Sebenarnya, orang-orang Yaman sering bepergian ke Kerajaan Saudi Arabia dan kembali lagi ke negeri mereka. Sehingga sangat terbuka kemungkinan untuk dapat menjumpai pemiliki toko tersebut. Dan jika anda sudah berputus asa dari upaya menemuinya atau mengetahui tempat tinggalnya, maka anda boleh menyedekahkan uang tersebut atas nama dirinya. Kemudian jika tiba-tiba orang itu datang, maka beritahukan perihal yang sebenarnya kepadanya. Jika dia ridha dengan apa yang anda lakukan maka tidak ada masalah, dan jika dia tidak ridha maka anda harus membayarkan uang tersebut. Dan pahala sedekah itu akan menjdai milik anda.
Wabillahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para shahabatnya.
[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertanyaan ke 12 dari Fatwa Nomor 8859, Pertanyaan ke 15 dari Fatwa Nomor 19637, Pertanyaan ke 2 dari Fatwa Nomor 2235 dan Pertanyaan ke 2 dari Fatwa Nomor 1894. Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]


DAFTAR PUSTAKA
[1]. HR Malik II/674, Ahmad II/245, 252, 377, 380, 463-465, Al-Bukhari III/55, 85 Muslim III/1197 nomor 1564, Abu Dawud III/460-461 nomor 3345, At-Tirmidzi III/600 nomor 1308, An-Nasa’i VII/316 dan 317 nomor 4688 dan 4691, Ibnu Majah II/803 nomor 2403 Ad-Darimi II/261, Abdurrazzaq VIII/316, 317 nomor 15355 dan 15356, Ibnu Abi Syaibah VII/79, Ibnu Hibban XI/435 dan 487 nomor 5053 dan 5090, Ath-Thahawi di dalam kitab Al-Musykil II/412 dan VII/176-178 nomor 951-953, 2752, 2753, Al-Qudha’i I/60, 61 nomor 42, 43, Ibnul Jarud II/155 nomor 560, Al-Baihaqi VI/70, Al-Baghawi VIII/210 nomor 2152.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Sobat sedang membaca artikel berjudul: KUMPULAN MAKALAH MATERI PAI
yang ditulis oleh Sonin
Rating Blog 5 dari 5
Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya http://gerbangiklan.blogspot.com/2010/01/kumpulan-makalah-materi-pai.html atau kode
Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Belajar SEO dan Blog support Online Shop Aksesoris Wanita - Original design by Bamz | Copyright of Gerbang Iklan.